Untuk menghindari penyakit “jununus shoba” sekaligus melestarikan fitrah dan kehanifan anak serta meningkatkan mentalitas keimanannya, maka satu-satunya asas Islam yang anggun adalah melalui usaha menanamkan pada anak pendidikan yang berorientasi kecintaan terhadap Al-Qur’an sejak dini.
Ibnu Khaldun menunjuk pentingnya menanamkan pendidikan Al-Qur’an kepada anak-anak ini. Menurutnya, pendidikan Al-Qur’an merupakan fondasi seluruh kurikulum pendidikan di dunia Islam, karena Al-Qur’an merupakan syiar agama yang mampu menguatkan akidah dan mengokohkan keimanan.1
Ibnu Sina juga menasehatkan agar memperhatikan pendidikan Al-Qur’an kepada anak. Menurutny a, segenap potensi anak, baik jasmani maupun akal, hendaknya dicurahkan untuk menerima pendidikan utama ini, agar anak mendapatkan bahasa aslinya dan agar akidah bisa mengalir dan tertanam pada kalbunya2. Sebagaimana Ibnu Khaldun dan Ibnu Sina, Al-Ghazali juga menekankan pentingnya anak-anak dididik Kitab Suci Al-Qur’an3.
Dengan menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur’an sejak dini, maka kecintaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak, mengalahkan kecintaan anak terhadap hal yang lain, karena masa kanak-kanak itulah masa pembentukan watak yang utama. Pepatah mengatakan, “Datang kepadaku mencintainya sebelum aku mengenal cinta. Maka cinta itu bertemu secara kebetulan pada jiwa yang kosong. Lalu kemudian cinta bersemi dan kokoh.”4
Anak ibaratnya adalah lembaran yang masih polos dan putih. Bila sejak dini ditanamkan kecintaan terhadap Al-Qur’an maka benih-benih kecintaan itu akan membekas pada jiwanya dan kelak akan berpengaruh pada perilakunya sehari-hari, berbeda bila kecintaan itu ditanamkan secara terlambat di masa dewasa.
Sebagai contoh, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, orang yang dikenal sebagai pakar tafsir Al-Qur’an di Indonesia. Kecintaan terhadap studi Al-Qur’an tersemai di jiwanya didorong karena orang tuanya sejak dini menanamkan kecintaan itu pada dirinya.
Para sahabat begitu mereka menerima pendidikan Al-Qur’an dari Nabi saw., mereka segera mendidik putera-puterinya dengan kitab teragung sepanjang sejarah kehidupan umat manusia ini. Maka lahirlah setelah itu revolusi generasi umat manusia dengan hadirnya generasi tabiin, generasi pelanjut yang istimewa dalam mencintai Al-Qur’an, berkah penanaman Al-Qur’an sejak dini.
Hadirnya generasi Qur’ani di setiap masa yang selalu dekat dengan ibadah kepada Allah swt., berjuang membela agama-Nya, berbakti kepada kedua orangtua, berguna pada masyarakat, dan bercinta kasih sesama agaknya hanya bisa dicapai dengan jalan tersebut di muka, yakni menanamkan pada jiwa anak-anak kecintaan terhadap Al-Qur’an sejak dini secara serentak dan semarak.
1(Muqaddimah Ibnu Khaldun halaman 461).
2 As-Siyasah karya Ibnu Sina, bab Siyasatur Rajul Waladahu (strategi orangtua terhadap anaknya), sebagaimana dikutip oleh Muhammad Nur bin Abdul Hafidz Suwaid dalam Manhaj At-Tarbiyah An-Nabawiyah li Ath-Thifl halaman 105.
3(Tarbiyatul Aulad fil Islam karya Abdullah Nashih Ulwan jilid 2 halaman 772).
4(Ushul At-Tarbiyah An-Nabawiyah karya Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani halaman 28.)
Sumber : Buku Mendidik Anak Mencintai dan Dicintai Al-Qur'an (Ummi Media Center).