Sejak 2 tahun lalu MI Al Washoya mendapatkan lanjutan dari program metode Ummi, yaitu program Turjuman. Program yang berisikan terjemahan berseri mulai dari intisari bacaan-bacaan sholat, do’a sehari-hari dan terjemah Al Qur’an. Program yang diperuntukkan untuk mereka yang telah khotaman dan menyelesaikan rangkaian kualitas metode Ummi. “Sungguh saya melihat Turjuman ini sangat unik sekali, dengan irama yang khas kita dapat menterjemahkan setiap bacaan Al Qur’an dan menghapalnya. Anak menjadi tidak bosan untuk menghapalkannya dan dalam waktu relatif pendek anak sudah bisa menguasainya” demikian dikatakan Li Izza Diana Rizqiyah, guru Al Qur’an.
Tidak hanya itu saja, keberadaan program Turjuman ini sebagai salah satu faktor pemicu untuk anak didik untuk secepatnya menyelesaikan metode Ummi. Syarat yang utama tidak hanya cepat, tetapi tentu saja bacaan yang terjaga baik dan benar.
“Mereka banyak bertanya kepada saya atau kepada temannya yang sekarang sudah duduk di kelas turjuman ini. Mungkin inilah juga salah satu pemicu semangatnya untuk tekun dan segera menyelesaikan mengajinya. Untuk kemudian mereka juga bisa masuk ke kelas Turjuman,” kata dara kelahiran Nganjuk 1999 ini. Pada acara khotaman tahun lalu telah diadakan uji publik kepada kelas Turjuman ini. Tentu saja hal ini membuat kagum para wali santri yang ikut menghadiri acara khotaman tersebut.
Izza sendiri baru memegang metode Ummi tartil, dan baru ikut bergabung di Al Washoya 3 tahun yang lalu. Setelah lulus dari pondok di Nganjuk, beliau di minta untuk membantu mengamalkan ilmunya di Al Washoya oleh pimpinan pondok tersebut yang kebetulan adalah familinya. Kegiatan sehari-harinya diisi dengan mengajarkan Al Qur’an di MI Al Washoya dan saat malam hari Izza kembali mengajarkan Al Qur’an di kelas Dinniyah. Di samping itu, Izza sedang menempuh pendidikan di jenjang S1 pada jurusan Pendidikan Agama Islam.
“Alhamdulilah, saya di sini bisa mengamalkan ilmu yang sedikit saya miliki. Dengan penghasilan atau bisyaroh yang saya dapat, saya bisa kumpulkan untuk melanjutkan pendidikan saya. Kuliah setiap hari Sabtu dan Minggu jadi tidak mengganggu kegiatan di pondok,”ucapnya.
Izza merasa terkesan dan merasa senang sekali ilmu Al Qur’annya bertambah di Al Washoya. Terlebih lagi setelah ia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti TOT metode Ummi di Surabaya. Salah satunya dari situlah ia semakin paham tentang pentingnya managemen waktu dalam pengajaran. Tidak monoton dan jelas terukur sekali, dan hasil yang didapat sungguh besar dan mengagumkan.
Masalah waktu ini menurutnya juga dirasakan lebih dihargai oleh peserta didiknya. “Mereka jadi lebih semangat dan greget untuk mengikuti dan memasuki kelasnya. Karena antusias untuk belajar. Dengan Ummi mengajarkan kedisiplinan, ada kenaikan ujian tingkatan, ada munaqosyah dan khotaman, jadi lebih tertantang seperti itu, “ katanya.
Saat ditanya kesulitan mengajarkan Ummi, Izza mengatakan bahwa kendala logat dari daerah masing-masing yang menjadi penghambat. Karena santri berasal dari berbagai daerah dengan logat daerahnya masing-masing. Menurutnya kalau santri yang berasal dari Jawa Timur masih dapat mengikuti, tetapi kesulitan ketika bertemu dengan santri berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera.
“Butuh waktu sekitar 6 bulan untuk menstandarkan bacaan dan ucapan mereka agar tidak membawa logat mereka. Contohnya yang dari Cilacap mereka masih membawa logat Ngapak dalam mengaji. Namun dengan ketelatenan dan kesabaran para pengajarnya mereka dapat terstandartkan bacaannya,” jelasnya. [far]